BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan
sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan
dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan
manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian
pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang
berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan
moral yang baik. Masalah pendidikan merupakan masalah yang kompleks karena
menyangkut beberapa variabel yang sangat erat kaitannya. Banyak faktor yang
menentukan keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan akan senantiasa
berubah, berbeda dan bervariasi bergantung pada faktor-faktor yang
mempengaruhinya antara lain faktor perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni. Untuk itu perlu diadakan inovasi pendidikan.
Suatu inovasi akan bermanfaat untuk
memecahkan masalah pendidikan jika inovasi tersebut diterima dan diterapkan
oleh para tenaga kependidikan dalam mengelola pendidikan. Inovasi pendidikan
akan terus menjadi pembahasan yang tidak akan ada habisnya bagi praktisi
pendidikan atau orang-orang yang berada dalam dunia pendidikan, karena inovasi
merupakan suatu tindakan pembaharuan yang akan terus dilaksanakan selama proses
pendidikan masih berlangsung.
Konsep inovasi,
difusi dan difusi inovasi bukan merupakan suatu hal baru. Keberanian bertindak
untuk melakukan suatu inovasi tidak pernah berakhir walaupun hal tersebut bukan
suatu hal yang mudah dilaksanakan.
Sementara
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi semakin cepat seperti photografi,
photocopy, cinemaphotografi, telegrafi, telephon, radio komunikasi, radar, dan
berbagai macam digital computer elektronik. Teknologi ini berkembang ke
berbagai bidang kehidupan seperti di sekolah, perguruan tinggi, kantor bahkan
ke rumah tangga.
Hasil kemajuan
teknologi memang dapat didayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia, tetapi jika salah menggunakannya dapat juga merugikan dan mencelakakan
manusia. Kemajuan dan perubahan kehidupan social yang serba cepat ini merupakan
tantangan atau masalah dalam bidang pendidikan.
Sekolah
merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan yang mana sekolah akan terus
melakukan inovasi untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.
Untuk menjawab
tantangan atau memecahkan berbagai permasalahan dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup khususnya kualitas pendidikan di sekolah perlu adanya sesuatu
yang baru dalam bidang pendidikan yang dinamakan inovasi pendidikan. Suatu
inovasi benar-benar dapat bermanfaat untuk memecahkan masalah pendidikan, jika
inovasi itu dapat diterima dan diterapkan oleh para pelaksana kegiatan
pendidikan (pendidik). Oleh karena itu perlu pemahaman tentang pengembangan
inovasi di sekolah. Para pendidik perlu memahami tentang inovasi pendidikan
baik mengenai pengertian, penyebaran, proses keputusan penerimaan atau
penolakan, serta peran wahana pembaharu.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
dalam pengembangan inovasi di sekolah sebagai berikut;
1.
Apa yang dimaksud dengan inovasi
pendidikan?
2.
Bagaimana proses difusi inovasi
pendidikan di sekolah?
3.
Bagaimanakah manajemen inovasi di
sekolah?
4.
Bagaimana hubungan antara inovasi
dengan pengembangan mutu?
C. TUJUAN
Pembuatan makalah ini bertujuan :
1.
Menjelaskan dan menguraikan pengertian
inovasi pendidikan.
2.
Menjelaskan dan menguraikan proses
difusi inovasi pendidikan di sekolah.
3.
Menjelaskan dan
menguraikan manajemen inovasi di sekolah.
4.
Menjelaskan hubungan antara inovasi
dengan pengembangan mutu.
D. Kegunaan Penulisan Makalah
1.
Kegunaan Ilmiah
Penelitian ini
berguna bagi para pengelola pendidikan dalam pengembangan inovasi di sekolah
sehingga diharapkan dapat memberikan masukan terhadap peningkatan mutu/kualitas
pendidikan di sekolah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
kajian lebih lanjut bagi para peneliti lanjutan guna menambah wawasan
keilmuannya.
2.
Kegunaan Praktis
Hasil
penelitian ini sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran
terhadap pengembangan inovasi di sekolah. Kemudian dapat juga digunakan sebagai
bahan masukan dan pertimbangan bagi instansi terkait dalam menentukan kebijakan
guna menumbuhkan sikap inovatif di sekolah. Sedangkan bagi penulis sendiri
dirasakan sangat bermanfaat dalam rangka memperluas wawasan penulisan karya
ilmiah dalam konteks pendidikan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP INOVASI DALAM PENDIDIKAN
Sebelum membahas
lebih jauh tentang inovasi pendidikan, alangkah baiknya jika kita memahami
terlebih dahulu konsep dari inovasi itu sendiri. Begitu banyak pengertian
tentang inovasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli dengan susunan kalimat dan
penekanan maksud yang berbeda namun pada dasarnya mengandung pengertian yang
sama. Berikut ini disajikan beberapa pengertian mengenai inovasi.
Definisi
inovasi dalam Kamus Besar Indonesia (1997 : 381) diartikan sebagai penemuan
baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya,
misalnya gagasan, metode atau alat.
Peter Drucker (Suhardan, 2010 :
115), “defines innovation as change that creates a new dimention of
performance”. Innovasi sebagai suatu perubahan yang menimbulkan dimensi baru
dalam penampilannya. Sementara Ibrahim (1988 : 40) mendefinisikan
inovasi sebagai suatu ide, barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau
diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat), baik berupa hasil invensi maupun diskoveri. Inovasi diadakan
untuk mencapai tujuan tertentu.
Evert M. Rogers dan F. Floyd
Shoemaker (Suhardan, 2010 : 116) : “An innovation is an idea, practice, or
object perceived as new by … ‘objectively’ new. If the idea seems new to the
individual, it is an innovation”. Inovasi adalah sebuah ide/pikiran atau
gagasan, perbuatan atau tindakan, atau barang yang dianggap oleh seseorang
sebagai sesuatu yang baru. Tidak soal besar kecilnya, secara objective
merupakan sesuatu hal yang baru. Menurut persepsi seseorang yang menangkapnya
bila sebuah gagasan atau ide, perbuatan atau tindakan tersebut tampak baru itu
adalah sebuah inovasi.
Suharsaputra (2010 : 284) memberikan
pokok-pokok pikiran sebagai berikut : inovasi merupakan penerapan hal-hal
yang baru dalam suatu pelaksanaan tugas sebagai penerapan pengetahuan; hal-hal
baru dalam inovasi dapat berupa ide, praktik, proses, pelayanan, ideology,
strategi bisnis atau objek; inovasi merupakan suatu perubahan dan atau
berimplikasi perubahan sebagai akibat dari penerapan hal-hal baru.
Dari beberapa definisi inovasi yang
dibuat para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa tidak terjadi perbedaan yang
mendasar tentang pengertian inovasi antara satu dengan yang lain. Jika terjadi
ketidaksamaan hanya dalam susunan kalimat atau penekanan maksud, tetapi pada
dasarnya pengertiannya sama. Semua definisi tersebut menyatakan bahwa inovasi
adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan
manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau
kelompok orang (masyarakat) yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau
untuk memecahkan masalah.
Adapun inovasi pendidikan adalah
inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah
pendidikan. Menurut Ibrahim (1988 : 51) inovasi pendidikan adalah suatu ide,
barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil invensi maupun
diskoveri untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan.
Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa inovasi pendidikan adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu
ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Dengan melakukan inovasi diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pendidikan/pembelajaran, ini berarti bahwa inovasi
apa pun yang tidak dapat meningkatakn kualitas pendidikan tidak patut untuk
diadopsi dan dalam konteks ini peran guru akan sangat menentukan dalam adopsi
inovasi pada proses pendidikan. Bagi dunia pendidikan adalah suatu keharusan
untuk selalu mencermati perubahan-perubahan yang terajdi agar dapat direspon
dengan cerdas dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
B. PROSES DIFUSI INOVASI PENDIDIKAN DI SEKOLAH
Seorang
inovator (orang yang berhasil menemukan kreasi baru dalam bentuk ide maupun
perbuatan) mempunyai tugas yang sangat berat sebab bagaimanapun
untuk mengadakan perubahan
bukanlah hal yang mudah. Banyak orang yang
telah mengetahui dan memahami sesuatu yang baru,
bahkan telah menyadari
manfaatnya, tetapi belum
mau menerima dan menerapkan suatu inovasi
untuk memecahkan / mengatasi kesenjangan tersebut,
difusi inovasi menarik
perhatian para ahli dan dipelajari secara mendalam.
Difusi menurut Suhardan (2011 : 23) adalah
suatu proses dimana inovasi disebarluaskan.
Rogers dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_difusi_inovasi,
2 Febriari 2016
mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi dikomunikasikan
melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah system sosial.
Sementara Darmawan (2012 : 23)
berpendapat difusi inovasi adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang
terencana dengan tujuan untuk diadopsi.
Rogers dalam Darmawan (2012 : 26)
berpendapat bahwa ada empat elemen utama yang beroperasi dalam proses difusi
ini, yaitu bentuk atau karakter inovasi itu sendiri, saluran komunikasi yang
ada, waktu, dan system social yang berlaku.
Secara umum, difusi inovasi dimaknai
sebagai penyebarluasan dari gagasan inovasi tersebut melalui suatu proses
komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan saluran tertentu dalam suatu
rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial dalam masyarakat.
Dengan demikian terdapat empat
elemenpokok dalam proses difusi inovasi, yaitu :
1. Inovasi
Inovasi adalah suatu ide, hal-hal
yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau
dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang
(masyarakat) yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk
memecahkan masalah.
Inovasi merupakan upaya untuk
meningkatakan kualitas kehidupan masyarakat dalam berbagai bidangnya, termasuk
dalam bidang pendidikan. Untuk itu suatu inovasi memiliki karakteristik
sebagaimana yang dapat menjadi dasar pertimbangan bagi seseorang atau
organisasi untuk menerima atau menolaknya. Menurut Roger dalam Suharsaputra
(2010 : 289) terdapat “five attributes of innovations”, yaitu :
1) Relative
advantage,
2) Compatibility,
3) Complexity,
4) Triability,
and
5) Observability.
Suharsaputra (2010 : 289)
berpendapat, Realative advantage menunjukkan tingkat keuntungan relative
dari suatu inovasi. Seseorang akan lebih dapat menerima inovasi jika melihat
bahwa hal tersebut akan memberikan manfaat yang lebih besar dari apa yang
diperoleh atau dicapai dengan cara sebelumnya. Compatibility menunjukkan
tingkat kesesuaian antara inovasi dengan kondisi dan harapan masyarakat
(organisasi) seperti factor nilai, ide-ide yang telah diperkenalkan sebelumnya,
serta kebutuhan para adaptor potensial. Complexity menunjukkan tingkat
kerumitan inovasi, makin sederhana dan mudah dipahami dan dipergunakan
akan mendorong pada penerimaan oleh pengguna potensial inovasi, sebaliknya
makin rumit suatu inovasi makin sulit masyarakat untuk menerima inovasi
tersebut. Triability menunjukkan kedapatdicobaan suatu inovasi. Suatu inovasi
yang dapat dicoba dengan mudah akan mempercepat penerimaan inovasi tersebut
oleh masyarakat. Observability menunjukkan tingkat di mana hasil inovasi dapat
diamati, semakin dapat dan mudah diamati suatu inovasi semakin cepat masyarakat
dapat menerima inovasi tersebut.
Karakteristik tersebut dapat membantu
dalam memahami bagaimana suatu inovasi dapat diimplementasikan dan berkembang
dalam suatu kehidupan masyarakat, baik dalam tataran individu maupun tataran
organisasi terutama di dunia pendidikan yaitu sekolah.
Sementara menurut Naryanan dalam Suhardan
(2010 : 118) ada lima unsur persyaratan dalam suatu proses adopsi inovasi oleh
organisasi yaitu;
1) Need,
yaitu dirasakan ada keperluan oleh para manager dalam bentuk complain pelanggan
dan karena adanya peluang besar
2) Idea,
dalam bentuk model, konsep atau rencana yang akan ditanamkan. Datangnya bisa
dari lingkungan sendiri maupun dari luar. Normalnya merupakan kebutuhan yang dirasakan dari dalam dan karena tuntutan
luar.
3) Adopsi,
merupakan peristiwa yang penting dimana manager memilih untuk memungut idea
yang dianggap paling cocok buat organsasinya.
4) Implementasi,
bilamanaa anggota organisasi memanfaatkan ide baru hasil adopsi secara komplit
atau lebih direvisi dalam kegiatan rutinnya.
5) Resources,
perubahan bukan suatu kejadian tersendiri, ia memerlukan waktu penyesuaian dan
sumber-sumber yang harus menunjang kelangsungan dan kelancaran pengadopsisan
suatu ide baru.
Dengan demikian unsur-unsur di atas
adalah persyaratan yang harus dimiliki oleh organisasi atau sekolah dalam
mengadopsi suatu inovasi dalam rangka meningkatkan kualitas/mutu pendidikan.
Sementara inovasi atau pembaharuan
yang menghasilkan suatu ide-ide, gagasan-gagasan yang baru dalam aspek
kehidupan manusia senantiasa terjadi dan tidak akan pernah berhenti. Hal
tersebut mudah dipahami, karena manusia merupakan makhluk yang berpikir (yang
senatiasa memikirkan hal-hal yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, senantiasa
mencari ide-ide baru, meneliti/menggali); social (yang selalu berinteraksi
dengan lingkungan lain) yang ditandai dengan adanya tindakan dan komunikasi.
Artinya inovasi terjadi karena adanya sumber-sumber inovasi yang menyebabkan
adanya inovasi.
Berbicara masalah sumber-sumber
inovasi ada beberapa pendapat. Menurut Rogers dalam Suhardan (2011 : 25) bahwa sumber
inovasi terdiri dari penemu, pakar, change agent, pemikir pemimpin.
Drucker dalam
Danim (2002 : 150-152) mengemukakan sumber terjadinya
pembaharuan/inovasi, yaitu :
1) The
unexpected;
2) The
incongruity;
3) Innovation
based on process need;
4) Changes
in industry structure or market structure;
5) Demographics;
6) Change
inperception, mood and meaning;
7) New
knowledge.
1) Kondisi
yang tidak diharapkan (The unexpected)
Kebanyakan perubahan dan pembaharuan
didasarkan pada hasil perencanaan manusia. Salah satu unsur pokok pada manusia
untuk mengantisipasi masa depan adalah harapan. Munculnya kondisi-kondisi yang
tidak diharapkan (unexpected condition), seperti mutu layanan pendidikan di
sekolah yang rendah, pengelolaan pendidikan, dana pendidikan tidak efisien,
proses promosi guru yang berjalan lamban dan lain-lain, merupakan akses yang
muncul akibat administrasi tidak dikelola secara professional. Hal ini akan
memunculkan harapan yang lebih inovatif.
2) Munculnya
ketidakwajaran (The incongruity)
Ketidakwajaran dapat juga
muncul selama proses pendidikan di sekolah atau pada hasil yang dicapai.
Prosedur birokrasi kepegawaian yang lamban, pemberian daftar nilai pelaksanaan
pekerjaan yang dinilai oleh staf sekolah kurang objektif dan lain-lain,
merupakan contoh ketidakwajaran.
Ketidakwajaran ini dapat
menghasilkan inovasi baru, misalnya dengan menyederhanakan prosedur,
menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk berbagai keperluan sekolah. Artinya
munculnya beberapa sisi negative tersebut merangsang seseorang (misal
administaror) untuk membuat keputusan inovatif dalam pendidikan
3) Kebutuhan
yang muncul dalam proses (Innovation based on process need)
Adanya hubungan yang timbal balik
(proses interaksi) antara individu satu dengan individu lain, individu dengan
kelompok, kelompok dengan kelompok di suatu system social yang demokratis dapat
melahirkan gagasan-gagasan baru yang sebelumnya tidak terpikirkan. Artinya
banyak hal yang baru akan muncul apabila setiap orang (misal guru di sekolah)
dapat melakukan komunikasi secara terbuka dan saling bertukar pikiran
tentang upaya-upaya perbaikan di sekolah dengan guru lainya baik dalam satu
lembaga tersebut maupun dengan lembaga di luar sekolah (misal kalau guru pertemuan
antara guru mata pelajaran yang biasanya tergabung dalam Musyawarah Guru Mata
Pelajaran/Guru Bimbingan dan Konseling). Dalam proses interaksi tersebut akan
melahirkan kebutuhan-kebutuhan baru yang muncul guna perbaikan lembaga
pendidikan (sekolah).
4) Perubahan
dalam struktur industry pasar (Changes in industry structure or market
structure)
Perubahan jenis tenaga yang
diperlukan pasar tenaga kerja misalnya merupakan sumber inspirasi bagi sekolah
untuk membuat suatu keputusan inovasi dalam lembaga sekolah. Keputusan inovasi
ini seringkali memberikan tekanan kuat terhadap perubahan struktur kurikulum
dan strategi Proses Belajar Mengajar dan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
(Misal: bidang bimbingan karir). Perubahan tersebut misalnya dari pengajaran
teoritis menjadi pelatihan yang bersifat praktis, program pengembangan diri
yang lebih berorientasi pada pengembangan skill (keahlian) yang sesuai dengan
tuntutan tenaga kerja dan sebaginya.
5) Kondisi
Demografis (Demographies)
Variasi kondisi demografis
memunculkan variasi terhadap perilaku individu dalam suatu lembaga pendidikan.
Di sekolah-sekolah tradisional yang tidak memiliki fasilitas penerangan
(listrik) misalnya, seorang kepala sekolah tidak akan pernah berfikir
menghimpun dana untuk membeli projector atau televis dalam rangka
membantu kelancaran proses belajar mengajar.
Kondisi demografis juga memberi efek
terhadp prilaku individu dalam suatu sekolah dan perilaku peserta didik secara
keseluruhan. Contoh di daerah pertanian, yang guru dan orang tua peserta didik
melakukan usaha tani, angka membolos cenderung meningkat pada saat memulai
penggarapan lahan atau pada saat musim panen tiba. Pemahaman terhadap kondisi
demografis ini sangat diperlukan, terutama untuk membuat terobosan baru dalam
rangka menanggulangi serba keterbatasan. Berdasarkan kondisi geografis ini
seyogyanya guru tidak boleh pasrah dengan keadaan, misalnya keterbatasan alat
bantu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik. Mengapa tidak, alat peraga tersebut diambil dari alam atau peserta
didik dibawa ke alam terbuka.
6) Perubahan
persepsi, suasana dan makna (Changes in perception, mood and meaning)
Inovasi yang bersumber dari
perubahan persepsi, suasana dan makna, pada umumnya disebabkan penerimaan dan
penafsiran individu atas informasi yang diterimanya dari lingkungan. Informasi
ini dapat diperoleh melalui media massa, (seperti surat kabar, televisi, radio,
majalah), internet dan juga dapat diperoleh berdasarkan pengalaman lapangan
seperti karyawisata.
7) Pengetahuan
Baru (New knowledge)
Para guru dan staf sekolah lainnya
dalam suatu lembaga pendidikan dapat memperoleh informasi baru dari berbagai
sumber bacaan, forum-forum ilmiah, lokakarya, penataran, pelatihan, internet
dan sebagainya. Pengetahuan baru ini juga dapat diperoleh melalui eksperimen
berskala kecil (sekarang sedang tren di sekolah ‘penelitian tindakan kelas’)
yang dilakukan sendiri atau kelompok atau penerapan eksperimen para ahli.
Dilihat dari sumber terjadinya perubahan dan pembaharuan, pengetahuan baru
sebagai sumber inovasi dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu Pertama,
perubahan-perubahan yang bersifat adaptif pada satu pihak dan pengembangan
dipihak lain. Kedua, perubahan-perubahan yang bersifat alokatif pada
satu pihak dan inovatif dipihak lain (Wongkar dalam Danim, 2002 : 153).
Berdasarkan penjelasan di atas,
penulis dapat menarik kesimpulan bahwa sumber-sumber inovasi terdiri dari
(1) berasal dari individu sebagai bagian dari system social; (2) berasal dari
organisasi/lembaga sebagai bagian dari system social dan (3) berasal dari
kondisi lingkungan alam atau demografis.
2. Saluran
Komunikasi
Saluran komunikasi
adalah alat / wahana penyampai
pesan dari seorang individu ke individu lain. Proses
inovasi menggambarkan peristiwa bagaimana suatu inovasi diterima atau diadopsi
oleh individu atau organisasi. Tidak begitu saja dengan mudah seseorang
menerimanya diperlukan saluran komunikasi yang dapat menyampaikan pesan inovasi
dari sumber kepada receiver (penerima) dengan channel (saluran komunikasi) yang
efektif.
Sementara itu, saluran komunikasi
tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1) Saluran media massa (mass
media channel). Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan
lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak
dengan cepat dari satu sumber. 2) Saluran antar pribadi (interpersonal
channel). Saluran antar pribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap
muka antara dua atau lebih individu.
Perbedaan
Kontak Personal dan media masa dapat dilihat dalam table berikut ini:
KARAKTERISTIK
|
KONTAK PERSONAL
|
MEDIA MASSA
|
Arus pesan
Sifat
Umpan balik
Selektivitas
Isi pesan
Sasaran jumlah
Efeknya
|
Dua arah
Tatap muka
Tinggi
Personalize
Sampai dengan efektif dan terkontrol
Kecil, lambat mencapai jumlah banyak
Perubahan sikap
|
Satu arah
Via media
Rendah
Massa, public, umum
Relative
Cepat mencapai jumlah banyak, Menjangkau jarak
Merubah image
|
Tabel 1.
Perbedaan Kontak Personal Dan Media Massa
(Sumber :
Suhardan, 2011 : 37)
3. Waktu
Waktu
merupakan salah satu unsur penting dalam
proses difusi. Dimensi waktu dalam proses difusi berpengaruh dalam
hal :
a. Proses keputusan inovasi
Proses
keputusan inovasi adalah proses sejak seseorang mengetahui inovasi pertama kali
sampai ia memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi. Proses memutuskan
untuk menerima atau tidaknya menerima suatu inovasi terdapat beberapa tahap. Pengambilan
keputusan inovasi menurut Rogers dalam Suharsaputra (2010 : 299-300) mencakup 5
tahapan atau langkah yaitu : 1) knowledge, 2) persuasion, 3) decision, 4)
implementation, 5) confirmation.
1) Knowledge
(tahap pengetahuan): Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi
mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus
disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media
elektronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal di antara masyarakat
2) Persuasion
(tahap persuasi) : Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran
calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika
mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi
dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi
tersebut.
3) Decision
(tahap pengambilan keputusan) : Dalam tahap ini, seseorang membuat keputusan
akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun bukan
berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan
terdapat perubahan dalam pengadopsian.
4) Implementation
(tahap implementasi) : Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari
lebih jauh tentang inovasi tersebut.
5) Confirmation
(tahap konfirmasi) : Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan
mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi
ataupun tidak, seseorang akan mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka
buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang
tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.
b. Keinovatifan
individu
Menurut Ernest R. House dalam
Suhardan (2010 : 302) bahwa “ Innovation can be accepted by a person only if
he is aware of its existence”, inovasi dapat diterima apabila seseorang
sadar akan keberadaannya, kesadaran ini akan mudah terwujud apabila seseorang
tersebut mempunyai keinginan untuk berubah, dan intensitasnya akan menentukan
kecepatan pengadopsiannya.
Suhardan (2010 : 303) berpendapat
bahwa keinovatifan berkaitan dengan adanya kesadaran akan perlunya perubahan
serta merupakan hasil dari suatu pembelajaran.
Dengan demikian inovasi dapat
diterima oleh seseorang atau suatu organisasi apabila sadar akan keberadaannya
dan ini akan mudah terwujud apabila seseorang atau organisasi tersebut
mempunyai keinginan untuk berubah dan terus berupaya mengembangkan diri untuk
selalu mengikuti informasi terbaru dan menciptakan situasi organisasi yang
kondusif.
c.
Kecepatan adopsi suatu inovasi
Dalam melihat tingkat kecepatan
adopsi inovasi, sejalan dengan pandangan Rogers dalam Suharsaputra (2010 : 303)
pada lingkungan sekolah dapat dikenali lima anggota staf sebagai berikut: 1) innovators,
2) Early adopters, 3) Early majority, 4) Late Majority, dan 5) Laggard.
1) Innovators
(Inovator) : anggota staf sekolah yang masuk kategori ini berkarakter antara
lain suka bertualang, berhasrat besar untuk mencoba gagasan-gagasan baru,
menyukai akan hal-hal yang nyerempet bahaya, kegesitan, tantangan dan resiko. Mereka sering juga berhubungan dengan orang-orang dari
luar sekolah atau berjiwa cosmopolitan. Mereka
dapat memainkan peranan sebagai pembawa inovasi ke dalam sekolah.
2) Early
adopters (pelopor) : anggota staf sekolah kategori ini lebih menyatu dengan
lingkungan sosial sekolah setempat. Mereka sering tampil sebagai opinion leader
dan penuh pertimbangan untuk menerapkan gagasan yang baru. Mereka tanggap
terhadap kelompoknya, mampu mengajukan saran dan memberikan dorongan di samping
senantiasa mengupayakan keberhasilan dengan memanfaatkan cirri-ciri utama suatu
gagasan baaru.
3) Early
najority (pengikut dini) : anggota staf sekolah kelompok ini suka menerima
gagasan baru sebelum kebanyakan orang menerimanya. Sekalipun acap kali
berhubungan dengan anggota kelompok lainnya, tapi jarang memegang posisi
kepemimpinan. Mereka sering merundingkannya lebih
dahulu sebelum menerima sepenuhnya suatu gagasan baru.
4)
Late majority (pengikut susulan) :
anggota staf sekolah kelompok ini ia baru menerima suatu inovasi manakala sudah
kebanyakan orang menerimanya. Mereka seringkali ragu terhadap gagasan baru dan
karenanya menunggu tekanan kelompok memberikan motivasi. Mereka cenderung
menerima suatu yang baru setelah yakin merasa aman dengan penerimaannya itu.
5)
Laggard (ketinggalan) : anggota staf
sekolah kelompok ini senantiasa menjadi yang terakhir dari kelompoknya dalam
menerima inovasi. Mereka kebanyakan terasing dari jaringan kerja kelompoknya.
Mereka acapkali berhubungan dengan orang-orang yang berpandangan kolot.
Seringkali saat mereka mulai menerima suatu gagasan baru, gagasan baru lainnya
telah dihadapinya.
Dengan
pengetahuan tentang kategorisasi adopter ini dapatlah kemudian disusun strategi
difusi inovasi yang mengacu pada kelima kategori adopter, sehingga dapat
diperoleh hasil yang optimal, sesuai dengan kondisi dan keadaan masing-masing
kelompok adopter. Hal ini penting untuk menghindari pemborosan sumberdaya hanya
karena strategi difusi yang tidak tepat.
4.
Sistem Sosial
Menurut
Suharsaputra (2010 : 295) sistem social adalah orang-orang dalam organsasi
beserta kegiatannya dalam seluruh proses system teknik yang mencakup nilai,
norma tingkah laku dalam organisasi.
Sistem
social merupakan satu rangkaian komponen yang saling berhubungan untuk
bekerjasama dalam memecahkan masalah
untuk mencapai tujuan bersama. Anggota dari suatu
sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi atau sub
sistem. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini menurut Rogers
dalam http://www.majalahpendidikan.com/2011/konsep-mamanajen-inovasi-pendidikan.html dipengaruhi oleh:
a) struktur
sosia (social structure)l,
b) norma system (system norms),
c) pemimpin opini (opinion leaders),
c) agen perubah (change
agent).
Struktur sosial adalah susunan suatu
unit sistem yang memiliki pola tertentu. Struktur ini memberikan keteraturan
dan stabilitas perilaku setiap individu (unit) dalam suatu sistem sosial
tertentu. Struktur sosial juga menunjukkan
hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dilihat pada struktur
sosial masyarakat suku tertentu, struktur organisasi suatu perusahaan, atau
struktur organisasi pendidikan terutama di sekolah.
Norma adalah
suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem sosial yang
berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial. Sistem
norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal
ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi dengan
nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat
ketidaksesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut
oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem sosial berpengaruh
terhadap penerimaan suatu inovasi.
Pemimpin opini
yaitu orang-orang tertentu yang mampu mempengaruhi sikap orang lain secara
informal dalam suatu sistem sosial. Pemimpin opini dapat menjadi pendukung
inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model
di mana perilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para
pengikutnya. Jadi, pemimpin opini (opinion leaders) memainkan peran dalam
proses keputusan inovasi.
Agen perubah merupakan bentuk lain
dari pemimpin opini. Mereka sama-sama orang yang mampu mempengaruhi sikap orang
lain untuk menerima suatu inovasi. Akan tetapi, agen perubah lebih bersifat
formal yang ditugaskan oleh suatu agen tertentu untuk mempengaruhi kliennya.
Agen peubah adalah orang-orang profesional yang telah mendapatkan pendidikan
dan pelatihan tertentu untuk mempengaruhi kliennya. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan agen perubah berperan besar
terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya
pengetahuan memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah
inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan yang sedang berjalan
saat
itu.
C. MANAJEMEN INOVASI DI SEKOLAH
Dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan, banyak sekolah melakukan inovasi pendidikan.
Banyak usaha dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya pembaruan.
Telah banyak
dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Berikut ini
beberapa upaya pembaharuan pendidikan yang pernah dilakukan pemerintahan
Indonesia;
1. Pembaharuan dalam Aspek Tujuan Penidikan
Setiap lima
tahun sekali diadakan pembaharuan tujuan pendidikan. Rumusan tujuan pendidikan
selalu berusaha melengkapi dan memadukan seluruh cita-cita nasional. Rumusan
tujuan umum pendidikan tersebut tersusun dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003.
Pasal 3
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan
bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Salah satu bentuk upaya lain
pembaharuan dalam aspek tujuan pendidikan adalah adanya pembakuan kurikulum
mulai kurikulum 1975, 1984, 1994, 2004, sampai kurikulum 2013.
2. Pembaharuan
dalam Aspek Struktur dan Perencanaan Pendidikan
1) Upaya
mengadakan perubahan, atau pembenahan, peningkatan struktur jenis dan jenjang
pendidikan mulai dari pembenahan struktur sekolah ruang kelas dan kelompok
belajar
2) Sejak
tahun 1984 telah di canangkan wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun, dan pada
tahun 1994 dicanangkan lagi wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
3) Peningkatan
jenjang pendidikan guru
3. Pembaharuan
Pendidikan dalam Aspek Yuridis
1) Pancasila
sebagai dasar idiil penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Sedangkan
Undang-Undang Dasar sebagai Landasan konstitusional.
2) Pasal
yang terdapat dalam UUD 1945 (pasal 31,32 dan 34),
3) Pembaharuan
UU pendidikan dari tahun ke tahun adalah:
·
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Pokok-pokok
Pengajaran dan Pendidikan,
·
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional,
·
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
4. Pembaharuan
dalam aspek kurikulum
Kurikulum pendidikan Indonesia
sering mengalami perubahan dan penyempurnaan.
1) Kurikulum
zaman penjajahan Belanda (membaca, menulis dan berhitung)
2) Penjajahan
Jepang (bernuansa militeristik, latihan militer dan menyanyikan lagu
kebangsaan)
3) Kurikulum
pada orde lama (materi pelajaran zaman orde lama)
4) Orde
baru (pendidikan moral Pancasila)
5) Kurikulum
1975 dan 1976 (adanya pembakuan tujuan pendidikan untuk semua pihak dan semua
tingkatan) pada kurikulum 1975 adanya prosedur pengembangan sistem intruksional
6) Kurikulum
1984 (pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA))
7) Kurikulum
2004 (pelaksanaan KTSP)
8) Kurikulum
2013 (tema pengembangan kurikulum 2013 adalah dapat menghasilkan insan
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan
sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa)
yang terintegrasi)
5. Pembaharuan
dalam Aspek Teknologi Pendidikan
1) Dari
sudut komunikasi, teknologi pendidikan mengacu pada teknologi komunikasi yang
dipakai dalam bidang pendidikan
2) Dari
sudut pendidikan, yang berarti sebagai teknologi pendidikan yang memanfaatkan
media komunikasi.
3) Upaya
pembaharuan dalam teknologi pendidikan yaitu:
·
Tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar
·
Keharusan meningkatkan mutu pendidikan
·
Penyempurnaan sistem pendidikan dengan penelitian dan
pengembangan
·
Peningkatan partisipasi masyarakat dengan pengembangan dan
pemanfaatan berbagai wadah dan sumber pendidikan
·
Penyempurnaan pelaksanaan interaksi antara pendidikan dan
pembangunan dimana manusia dijadikan pusat perhatian pendidikan
6. Pembaharuan
Berbagai Aspek dalam Proses Pendidikan
Upaya pembaharuan aspek proses
pendidikan yang dilakukan adalah dalam bentuk berikut ini:
1) Penggunaan
multimetode dalam pengajaran
2) Penggunaan
pendekatan metode inkuiry-discovery dalam CBSA
3) Penilaian
program pengajaran dan pendidikan
4) Pembaharuan
yang memadukan berbagai aspek pendidikan, misalnya dibangun sekolah-sekolah
berikut ini:
·
Sekolah-sekolah Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP)
·
Proyek Pendidikan Anak oleh orang Tua Asuh dan guru (PAMONG)
·
Sekolah Teknik/kejuruan
Perubahan dalam dunia pendidikan
harus terus dilakukan pemerintahan Indonesia terutama dalam manajemen
perubahan/inovasi di sekolah. Alasan perubahan system manajemen harus terus
dilakukan di sekolah sebab upaya konvensional yang sudah tak mampu mengatasi
permasalahan sekolah harus segera diganti dengan upaya lain yang baru.
Paradigma desentralisasi pendidikan menghendaki perubahan system manajemen di
sekolah. Membiarkannya tetap seperti sebelumlnya berarti menyiapkan sekolah
menjadi ketinggalan. Bila terus terjadi maka sekolah akan berada dalam
kekacaubalauan yang menuju kehancuran system sekolah. Oleh karena itu perubahan
system manajemen di sekoah dimaksudkan agar sekolah dapat brgerak lebih maju dan
mampu beradapatasi dengan perkembangan lingkungan.
Merujuk pada pandangnan Owens dan
Steinhoff dalam Mirfani (2003 : 3) upaya perubahan di sekolah dapat dilakukan
pada empat dimensi yaitu: 1) Dimensi personil, 2) Dimensi struktur, 3)
Dimensi tugas, 4) Dimensi teknologi.
1) Dimensi
personil. Dalam hal ini upaya perbaikan biasa diarahkan pada
perubahan-perubahan sikap dan persepsi, penguasaan dan pengintegrasian
pengetahuan, perluasan dan penghalusan pengetahuan, penggunaan pengetahuan
secara bermakna, serta kebiasaan-kebiasaan berfikir produktif. Bagaiamana agar
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan penyelenggaraan sekolah
memiliki persepsi yang sama tentang manajemen berbasis sekolah.
2) Dimensi
struktur. Di sini upaya perubahan bisa dilakukan dalam penataan kembali pola
pengorganisasian sekolah dan atau kelas. Dalam rangka manajemen berbasis
sekolah antara lain hadir yang namanya Dewan/Komite sekolah.
3) Dimensi
tugas. Upaya perubahan pada komponen ini mengarah pada penataan kembali beban,
wewenang, tanggung jawab, baik dalam pengajaran atau implementasi kurikulum,
supervisi, tatalaksana kantor, maupun pelayanan lainnya. Manajemen Berbasis
Sekolah memberikan wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar kepada kepala sekolah
beserta seluruh jajaran stafnya.
4) Dimensi
teknologi. Yang dapat dilakukan dengan perekayasaan alat dan media
pembelajaran, penataan kembali sarana prasarana sekolah, perekayasaan prosedur,
metode, teknik kerja. Dalam manajaemaen berbasis sekolah prosedur, metode, dan
teknik pengambilan keputusan dapat terjadi perekayasaan dari pola-pola
sebelumnya.
Sementara Hamidjojo (1974:17)
berpendapat bahwa bidang-bidang inovasi pendidikan dapat dirinci sebagai
berikut ini:
1) Bidang
peserta didik (pelajar)
2) Bidang
tujuan pendidikan pendidikan
3) Isi
pelajaran
4) Media
pembelajaran
5) Fasilitas
pendidikan
6) Metode
dan teknik komunikasi
7) Hasil
pendidikan
Menurut Suryadi (2009 : 67-68) dalam
meningkatkan mutu/kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui penilaian
terhadap kinerja dan kelayakan sekolah, terutama terkait dengan Sembilan focus
utama penilaian, yaitu sebagai berikut;
1) Kurikulum/proses
belajar mengajar
2) Manajemen
sekolah
3) Organisasi/kelembagaan
sekolah
4) Sarana
dan prasarana
5) Ketenagaan
6) Pembiayaan
7) Pesereta
didik
8) Peran
serta masyarakat, dan
9) Lingkungan/budaya
sekolah.
Suharsaputra (2010 : 316-317) berpendapat
bahwa dalam dunia pendidikan/sekolah, inovasi dan sikap serta kinerja inovatif
dari pendidik sangat diperlukan dan menentukan bagi keberhasilan adopsi dan
implementasi inovasi pendidikan.
Dengan demikian guru mempunyai peran
yang menentukan dalam tataran teknis pendidikan yaitu pembelajaran dan dalam
melaksanakan tugasnya perlu mempunyai kemamapuan inovatif dalam meningkatkan
mutu pendidikan.
Dalam upaya untuk mendorong makin
tumbuhnya inovsi dikalangan guru, terdapat beberapa langkah/tahapan yang amat
penting untuk dikondisikan dalam suatu organisasi sekolah. Menurut Suharsaputra
(2010 : 322) tahapan-tahapan tersaebut adalah :
·
Guru sebagai pembelajar
·
Guru sebagai pengadopsi
·
Guru sebagai pengembang
·
Guru sebagai pencipta
Dari beberapa uraian di atas bahwa
pelaksanaan manajemen inovasi di sekolah dapat dilakukan dalam berbagai
aspek. Setiap sekolah pada umumnya telah memiliki visi, misi dan tujuan yang
menjadi acuan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu
mutlak diperlukan pembaharuan atau inovasi dalam meningkatkan mutu pendidikan
di sekolah agar semua tujuan pendidikan dapat tercapai.
Inovasi pendidikan yang dapat
dilakukan di sekolah sebagai berikut :
1) Kurikulum
Kurikulum yang dibuat Pemerintah pusat adalah kurikulum
standar yang berlaku secara nasional. Oleh karena itu dalam implementasinya,
sekolah dapat mengembangkan, memperdalam, memperkaya dan momidifikasi tanpa
mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional, yaitu dengan melakukan
diversifikasi kurikulum, mengembangkan indikator-indikatornya bahkan sampai
dengan menyusun kurikulum satuan pendidikan.
Sekolah berhak mengembangkan kurikulum ke dalam silabus,
pemetaan, pengembangan system penilaian, dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Sekolah diberi kebebasan dalam mengembangkan kurikulum tersebut agar lebih
kontekstual dan selaras dengan karakterisrtik siswa. Isi kurikulum dibuat
hendaknya memuat semua aspek yang berhubungan dengan aspek kognitif (pengetahuan),
afektif (sikap atau perilaku), dan psikomotorik (keterampilan atau skill) yang
terdapat pada isi setiap mata pelajaran yang disampaikan dalam kegiatan
proses pembelajaran. Isi kurikulum dan kegiatan pembelajaran diarahkan untuk
mencapai tujuan dari semua aspek tersebut. Maka dari itu diperlukan tenaga
pendidik yang inovatif, diperlukan guru-guru yang berkompeten dalam merancang
kurikulum, mengembangkan proses pembelajaran dan penilaian dan pengembangan
kultur sekolah secara menyeluruh. Semua dikaji berdasarkan kebutuhan
pengembangan dan perubahan sesuai dengan yang diharapkan.
2) Proses
Belajar mengajar
Proses belajar mengajar merupakan kegiatan utama sekolah.
Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode dan teknik-teknik
pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran, siswa, guru dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di
sekolah. Secara umum, strategi/metode pembelajaran dan pengajaran yang berpusat
pada siswa (pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar siswa bukan
pada keaktifan mengajar guru) lebih mampu memberdayakan pembelajaran siswa.
Oleh karena itu dapat dilakukan suatu pembaharuan atau inovasi dalam
meningkatkan keaktifan siswa seperti active learning, cooperative learning,
quantum learning, contextual teaching and learning, inquiry learning. Dalam
posisi ini guru dapat menerapkan berbagai metode pembelajaran agar proses
pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan dan mencapai sasaran yang
direncanakan. Dengan demikian rencana yang sudah disusun dapat diterapkan
secara optimal.
3) Manajemen
Sekolah
Manajemen di sini maksudnya adalah kemampuan staf sekolah
dalam memberikan layanan yang tepat dalam segala keterbatasannya kepada peserta
didik yang telah masuk ke sekolah tersebut guna mencapai prestasi yang tinggi.
Dengan demikian akan diperlukan pembaharuan atau inovasi dalam menentukan suatu
strategi sehingga tujuan yang ada dalam strategi bisa tercapai. Strategi
membutuhkan visi, komitmen, kepemimpinan, kepercayaan dan komunikasi untuk
membangun sekolah yang berhasil.
Adapun perbaikan manajeman sekolah diarahkan untuk lebih
memberdayakan sekolah sebagai unit pelaksanaan terdepan dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Hal ini dimaksudkan agar sekolah lebih mandiri dan
bersikap kreatif, dapat mengembangkan iklim kompetitif antar sekolah
diwilayahnya, serta bertanggung jawab terhadap stakeholder pendidikan,
khususnya orang dan masyarakat yang diera otonomi ini akan menjadi dewan
sekolah (school coouncil). Dalam pelaksanaannya, manajemen sekolah harus lebih
terbuka, accountable (dapat mempertanggungjawabkan semua program kegiatannya),
mengoptimalkan partisipasi orang tua dan masyarakat, serta dapat mengelola
semua sumber daya yang tersedia disekolah dan lingkungannya untuk digunakan
seluas-luasnya bagi peningkatan prestasi siswa dan mutu pendidikan pada
umumnya.
4) Organisasi
/ kelembagaan sekolah
Organisasi / kelembagaan sekolah yang dimaksud adalah
bagaimana menciptakan iklim sekolah (fisik dan nonfisik) yang kondusif akademik
bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah
yang aman dan tertib dan harapan yang tinggi dari warga sekolah adalah contoh
iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim sekolah
sudah merupakan kewenangan sekolah, sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya
pengembangan, pembaharuan yang lebih intensif dan dari seluruh warga sekolah.
Sekolah yang inovatif adalah satuan pendidikan
yang terus-menerus melakukan pembaharuan dalam merespon perubahan lingkungan.
Sekolah inovatif memiliki kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru untuk
meningkatkan kemampuan lembaganya sehingga adaptif terhadap perubahan zaman.
Daya adaptasi berarti meningkatkan keterampilan organisasi secara efektif
dalam rangka meningkatkan mutu lulusan.
5) Sarana
dan Prasarana
Inovasi dalam bidang sarana dan prasarana sudah seharusnya
dilakukan sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga
pengembangan. Tanpa adanya sarana dan prasarana, proses pembelajaran tidak
dapat berlangsung dengan baik. Sarana dan prasarana mutlak diperlukan guna
mendukung proses pembelajaran yang efektif, baik berupa perangkat lunak maupun
perangkat keras. Inovasi tersebut dapat dilakukan diantaranya;
a) Perbaikan/pengadaan/pembangunan
gedung laboratorium dan ruang-ruang sesuai kebutuhan sekolah.
b) Pengadaan/perbaikan/penambahan
peralatan praktik laboratorium IPA, computer dan bahasa.
c) Pengadaan/perbaikan/penambahan
peralatan olah raga, kesenian, keterampilan.
d) Pengadaan/perbaikan/penambahan
ATK sesuai sasaran.
e) Pengadaan/perbaikan/penambahan
modul, buku referensi, jurnal.
f)
perbaikan/penambahan/pemasangan jaringan internet.
g) Pengadaan/perbaikan/penambahan
media pendidikan pada semua mata pelajaran.
6) Pendidik
dan tenaga kependidikan
Di dalam pasal 1 butir 5 dan 6 UU No 20 Tahun 2003 tentang
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa tenaga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan. Sementara itu, pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Di
lingkungan pendidikan dasar dan menengah, tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai pendidik disebut guru, sedangkan tenaga kependidikan
lainnya disebut tenaga penunjang.
Guru wajib memiliki kulifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Guru yang inovatif sangat dibutuhkan dalam memanfaatkan
teknologi sebagai alat bantu dalam pembelajaran yang akan dilakukannya, dimulai
dari kegiatan merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran sampai
kepada penilaian hasil belajar akan membutuhkan energi yang tinggi. Oleh karena
itu guru yang kreatif akan mudah dalam menemukan inovasi-inovasi yang
memungkinkan kegiatan pembelajarnnya lebih cepat, lebih berhasil dan lebih
bermanfaat bagi murid.
Dalam hal implementasi inovasi di sekolah, maka guru
merupakan faktor terpenting yang harus melaksanakan inovasi dengan
memperhatikan hal-hal berikut : (a) Inovasi harus berlangsung di sekolah guna
memperoleh hasil yang terbaik dalam mendidik siswa; (b) Ujung tombak
keberhasilan pendidikan di sekolah adalah guru; (c) guru harus mampu menjadi
seorang yang inovatif guna menemukan strategi atau metode yang efektif untuk
mendidik; (d) Inovasi yang dilakukan guru pada intinya berada dalam tatanan
pembelajaran yang dilakukan di kelas; (e) Kunci utama yang harus dipegang guru
adalah bahwa setiap proses atau produk inovatif yang dilakukan dan
dihasilkannya harus mengacu kepada kepentingan siswa.
7) Peserta
didik
Peserta didik adalah salah satu komponen terpenting karena
adanya kebutuhan peserta didik yang memicu suatu proses pembelajaran. Peserta
didik merupakan input suatu proses pendidikan yang harus ditransformasikan
menjadi lulusan yang berkualitas, berpengetahuan yang luas, kompeten,
berketerampilan yang tinggi, serta memiliki sikap dan perilaku yang sesuai
dengan norma di dalam masyarakat tempat mereka berada. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk peserta didik harus didasarkan kepada kepentingan dan
perkembangan dan peningkatan kemampuan peserta didik dalam bidang kognitif,
afektif dan psikomotorik dan sesuai dengan keinginan, bakat dan minat peserta
didik. Dengan adanya inovasi dalam memanajemen pesera didik diharapkaan dapat
menghasilkan keluaran yang bermutu.
8) Media
pembelajaran
Media berfungsi membantu peserta didik dan pengajar dalam
menciptakan suatu proses pembelajaran yang efektif. Pemilihan media
pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan karakteristik
materi yang diajarkan dapat membantu pencapaian tujuan pembelajaran secara
efektif. Dengan demikian, proses pembelajaran maupun hasilnya menjadi lebih
berkualitas karena tujuan pembelajaran tercapai dengan baik.
9) Pembiayaan
Salah satu factor penentu tercapainya kualitas pembelajaran
adalah biaya. Rekrutmen dan pengorganisasian peserta didik, insentif pengajar
yang berkeadilan, pengembangan dan penyediaan bahan ajar, penyediaan media,
penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, seluruhnya membutuhkan biaya yang
cukup. Sekolah dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan
(income generating activities) sehingga sumber keuangan tidak semata-mata
tergantung pada pemerintah.
10) Hasil
Pendidikan
Sekolah memiliki output berupa hasil pendidikan yang
diharapkan. Output adalah kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses
pendidikan di sekolah. Kinerja dapat diukur dari mutunya, efektivitasnya,
efisiensinya, dan inovasinya.
Pada umumnya, output dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output pencapaian akademik dan pencapaian
non akademik. Output pencapaian akademik, misalnya meningkatkan nilai ujian
nasional untuk tahun berikutnya, menghasilkan lulusan yang bermutu. Output non
akademik, misalnya meningkatkan prestasi PORSENI sekolah. Hal tersebut dapat
dicapai melalui proses yang mencakup pemberian layanan implementasi kurikulum,
proses belajar mengajar, penciptaan organisasi sekolah yang kondusif, manajemen
sekolah yang baik serta dukungan pembiayaan yang memadai, tenaga yang sesuai
dengan kebutuhan baik kuantitas maupun kualitas mutunya serta dukungan sarana
dan prasarana yang memadai.
D. INOVASI SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN MUTU
Inovasi adalah
suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia,
yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau
kelompok orang (masyarakat) yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau
untuk memecahkan masalah.
Sementara kata
mutu memiliki penafsiran yang beragam pengertian bergantung kepada pihak dan
cara mereka memandang makna konsep itu.
Menurut Rohiat
(2010 : 52) Mutu atau kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh
dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan
yang diharapkan atau yang tersirat.
Sallis (1993 :
21), kualiatas dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang melebihi kepuasan
dan keinginan konsumen. Menurut Juran (1995 : 9), kualitas adalah produk
yang memiliki keistimewaan, membebaskan konsumen dari rasa kecewa akibat
kegagalan. Produk adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya.
Deming dalam
Suryadi (2009 : 23-24) mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan
sekarang dan di masa mendatang. Elliot dalam Suryadi (2009 : 24) mutu
adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang berbeda dan tergantung pada waktu
dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan tujuan.
Davis dalam
Suryadi (2009 : 24) mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan denga
produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
apa yang diharapkan.
Suryadi (2009 :
28) menjelaskan mutu sebagai sesuatu yang absolute yaitu mutu dari sudut
pandang produsen adalah sebagai derajat pencapaian spesifikasi rancangan yang
telah ditetapkan. Sedangkan dari sudut pemakainya sendiri adalah diukur dari
kinerja produk, suatu kemampuan dari produk untuk memuaskan kebutuhannya. Dalam
pengertian yang relative, mutu diartikan sangat sederhana yaitu bagaimana
produk dan jasa dihasilkan sesuai dengan tujuannya. Secara relative tidak hanya
sekedar mahal atau memiliki nilai mewah tetapi lebih baik, merupakan hal yang
umum, sederhana, bagimana produk atau jasa tersebut dinilai dari standar yang
ditentukan.
Meskipun tidak ada definisi mengenai
mutu yang diterima secara universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat
persamaan yaitu elemen-elemen sebagai berikut: a) Mutu meliputi usaha
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; b) mutu mencakup output, jasa,
manusia, proses dan lingkungan; c) mutu merupakan kondisi yang selalau berubah;
misalnya apa yang dianggap bermutu saat ini mungkin dianggap kurang bermutu
pada masa mendatang (Tjiptono dan Diana, 1995 : 3).
Secara umum mutu mengandung arti
derajat/tingkat keistimewaan suatu produk (hasil kerja), juga mutu adalah
segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. Mutu bukan sekedar
hasil, melainkan sebuah proses dari keterpanggilan hati. Mutu adalah gambaran
yang menjadi obsesi bagi setiap pribadi yang memiliki etos kerja. Mutu
memerlukan suatu proses perbaikan terus menerus.
Dengan demikian untuk mendapatkan
mutu yang diharapkan diperlukan individu-individu yang kreatif dan iniovatif.
Dengan adanya jiwa yang inovatif dimana selalu mengadakan perubahan-perubahan
maka akan dapat memecahkan berbagai masalah untuk mencapai tujuan yang
berkualitas atau bermutu.
Dengan adanya inovasi-inovasi yang
terus berkembang merupakan dasar dari pengembangan mutu. Demikian pula dengan
mutu pendidikan, walaupun dalam kenyataannya perhatian dunia pendidikan akan
kualitas merupakan hal yang baru jika dibandingkan dengan dunia bisnis.
Kualitas pendidikan bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, tapi
merupakan hasil dari suatu proses pendidikan; jika suatu proses pendidikan
berjalan baik, efektif dan efisien maka terbuka peluang yang sangat besar
memperoleh hasil pendidikan yang berkualitas.
Untuk itu berbagai inovasi harus
diperhatikan dan diantisipasi melalui upaya memperbaiki proses pendidikan dan
pembelajaran, sehingga output-nya bisa dan mampu serta kompetitif dalam
menghadapi berbagai hal yang terjadi dalam proses perubahan di masyarakat, dan
untuk itu pendidikan harus dapat mengembangkan respons yang kreatif dan
inovatif.
Dalam hubungan ini inovasi
pendidikan menjadi semakin penting untuk terus dikaji, diaplikasikan dan
dikomunikasikan pada seluruh unsur yang terlibat dalam pendidikan untuk
menumbuhkan dan mengembangkan sikap inovatif di lingkungan pendidikan, karena
tanpa inovasi akan sulit untuk mengembangkan mutu atau peningkatan
kualitas pendidikan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sesuai dengan permasalahan yang diteliti, sebagai berikut :
1.
Inovasi pendidikan adalah penemuan yang
dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu
hal yang baru untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.
Secara umum, difusi inovasi dimaknai
sebagai penyebarluasan dari gagasan inovasi melalui suatu proses komunikasi
yang dilakukan dengan menggunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu
tertentu di antara anggota sistem sosial dalam masyarakat.
3.
Inovasi memiliki karakteristik
sebagaimana yang dapat menjadi dasar pertimbangan bagi seseorang atau
organisasi untuk menerima atau menolaknya, yaitu : 1) Relative advantage; 2)
Compatibility; 3) Triability; and
4) Complexity; 5) Observability.
Karakteristik tersebut dapat membantu dalam memahami bagaimana suatu inovasi
dapat diimplementasikan dan berkembang dalam suatu kehidupan masyarakat, baik
dalam tataran individu maupun tataran organisasi terutama di dunia pendidikan
yaitu sekolah.
4.
Pengembangan inovasi di sekolah
dapat dilakukan dalam berbagai aspek diantaranya: 1) Kurikulum; 2) Proses
Belajar mengajar; 3) Manajemen Sekolah; 4) Organisasi / kelembagaan sekolah; 5)
Sarana dan Prasarana; 6) Pendidik dan tenaga kependidikan; 7) Peserta didik;
8) Media pembelajaran; 9) Pembiayaan.
5.
Di dalam dunia pendidikan, guru
memiliki peranan yang sangat besar dalam proses difusi inovasi, berhasil atau
tidak suatu inovasi diterapkan di lembaga pendidikan sangat tergantung dari
kemampuan dan kemauan guru dalam menerima dan mendifusikan inovasi kepada klien
atau peserta didik.
6.
Inovasi pendidikan menjadi semakin
penting untuk terus dikaji, diaplikasikan dan dikomunikasikan pada seluruh
unsur yang terlibat dalam pendidikan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap
inovatif di lingkungan pendidikan, karena tanpa inovasi akan sulit untuk
mengembangkan mutu atau peningkatan kualitas pendidikan.
B. Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas diajukan beberapa saran sebagai berikut:
1.
Agar pengembangan inovasi di sekolah
berjalan efektif dan sesuai dengan harapan maka perlu partisipasi dari seluruh
komponen serta sumber daya manusia dalam suatu organisasi pendidikan, serta
komitmen top manajer harus mampu mengarahkan transformasi pengetahuan, sikap,
dan perilaku sesuai dengan harapan dan tujuan inovasi pendidikan.
2.
Dalam upaya mengembangkan daya inovasi
di sekolah diperlukan guru-guru yang berkompeten dalam merancang kurikulum,
mengembangkan proses pembelajaran dan penilaian, pengembangan kultur sekolah
secara menyeluruh, keterampilan yang adaptif dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi, menguasai bahasa Inggris sebagai bahasa ilmu
pengetahuan dan semua dikaji berdasarkan kebutuhan pengembangan dan perubahan
sesuai dengan yang diharapkan.
3.
Lakukanlah inovasi secara sistematis
agar tujuan inovasi dapat tercapai, berhasil dan efektif. Mari berinovasi,
karena sampai kapan pun pendidikan membutuhkan inovasi berkelanjutan sesuai
dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan pendidikan yang bermutu/berkualitas.
4.
Berhubung penulisan makalah ini
memiliki keterbatasan dan dirasakan oleh peneliti belum sempurna maka untuk
kesempatan lain hendaknya dilakukan penulisan yang sejenis yang lebih mendalam
dan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pustaka. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta : Depdibud.
Darmawan, Deni. 2012. Inovasi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Hamijoyo,
Santoso S. 1974. Inovasi Pendidikan. Meninjau
Beberapa Kerangka Analisa Untuk Penelitian dan Pelaksanaannya. IKIP Bandung.
Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta :
Depdikbud.
Juran, J. 1995. Kepemimpinan Mutu. Jakarta :
Pustaka Binaman Presindo.
Mirfani, Aceng M. 2003. Konsepsi Dasar Melaksanakan
Inovasi Di sekolah. Materi Pelatihan Kepala Sekolah. Badan Diklat Provinsi
Jawa Barat.
Rohiat. 2010. Manajemen Sekolah. Bandung : Refika Aditama.
Sallis,
Edward. 1993. Total Quality Management In Education. London : Kogan Page
Suhardan,
Dadang. 2010. Supervisi Profesional. Bandung : Alfabeta.
Suhardan,
Dadang. 2011. Inovasi dan Kreativitas Pendidikan. Bahan kulian Program
Pasca Sarjana Universitas Galuh Ciamis.
Suharsaputra,
Uhar. 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung :
Refika Adtama.
Suryadi. 2009. Manajemen Mutu Berbasis Sekolah.
Bandung : Sarana Panca Karya Nusa.
Tjiptono,
F dan Diana, A. 1996. Total Quality Management. Yogyakarta : Andi.
http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/definisi-dan-karakteristik-inovasi.html. (diakses pada tanggal 3 Maret 2016).
MAKALAH
PENGEMBANGAN INOVASI DI SEKOLAH
Disusun oleh :
BUDI RAHMAN, M.Pd
NIP 19820426
20060 1 011
DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN HULU SUNGAI
SELATAN
UPT DINAS PENDIDIKAN KECAMATAN KANDANGAN
SDN KANDANGAN KOTA 2
JANUARI
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur selalu dipanjatkan
kehadirat Allah Swt. berkat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah
makalah yang berjudul ”Pengembangan
Inovasi di Sekolah”.
Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang
telah membawa peradaban umat manusia ini dari zaman kegelapan sampai kepada
zaman yang terang benderang yang penuh dengan nur ilahiyah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini
jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun
penulis tunggu untuk perbaikan penulisan yang akan datang.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan
dan arahan berbagai pihak, khususnya kepala sekolah, rekan-rekan guru dan juga
kelurga, dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga.
Selanjutnya dengan selesainya pembuatan
makalah ini, Penulis juga memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya serta
ucapan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan
semangat untuk selesainya makalah ini, dan juga kepada kepala sekolah dan seluruh rekan – rekan guru yang memberikan saran, dan masukan saya ucapkan beribu terima kasih.
Akhirnya, Penulis ucapkan semoga makalah
ini bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca semuanya. Amin.
Kandangan, Januari 2017
Penulis,
Budi Rahman
NIP 19820426 20060 1 011
DAFTAR ISI
HalamanSampul...................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan
............................................................................................................. ii
Kata Pengantar...................................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Pendahuluan.................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 2
C. Tujuan............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Inovasi dalam Pendidikan............................................... .................. 4
B. Proses Difusi Ivovasi di
Sekolah …………………........................................ 5
C. Manajemen Inovasi di Sekolah………………………................ ................ 15
D. Inovasi sebagai Dasar
Pengembangan Mutu................................................. 24
BAB III PENUTUP
A. Kesimupulan................................................................................................. 27
B. Saran ............................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………......... ............. 29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar