Rabu, 24 Mei 2017

Konstruktivisme



KONSTRUKTIVISME

A.    PENDAHULUAN
Konstruktivisme adalah perspektif psikologis dan filosofis yang memandang bahwa masing-masing individu membentuk atau membangun sebagian besar dariapa yang mereka pelajari dan pahami (Bruning et al., 2004). Pengaruh besar yang mendorong kemunculan konstruktivisme adalah teori dan penelitian dalam ilmu perkembangan manusia, terutama teori-teori Piaget dan Vygotsky.Teori-teori mereka merupakan peletak fondasi bagi gerakan para konstruktivis.Penekanan yang diberikan teori-teori ini terhadap peran konstruksi pengetahuan merupakan hal pokok dalam konstruktivisme.
Dalam tahun-tahun belakangan ini, konstruktivisme makin banyak diaplikasikan dalam pembelajaran dan pengajaran.Sejarah dan teori pembelajaran memperlihatkan peralihan dan pengaruh-pengaruh lingkungan ke faktor-faktor manusia sebagai penjelasan-penjelasan bagi penbelajaran.Pergeseran ini dimulai dengan bangkitnya psikologi kognitif yang menentang pernyataan behaviorisme bahwa stimulus-stimulus, respon-respons dan akibat-akibat sudah memadai untuk menjelaskan tentang pembelajaran.Teori-teori kognitif memberikan banyak penekanan pada pengolahan informasi siswa sebagai penyebab utama dari pembelajaran.Meskipun teori-teori pembelajaran kognitif tampak elegan, sebagian peneliti merasa bahwa teori-teori tesebut tidak dapat menangkap kompleksitas dari pembelajaran manusia. Point ini digaris bawahi oleh fakta bahwa sebagian persepektif menggunakan terminologi behavioral seperti”otomatis” kinerja dan “pembentukan koneksi-koneksi” antar item dalam memori.
Saat ini sejumlah peneliti pembelajaraan telah beralih makin jauh ke arah fokus perhatian  siswa. Alih-alih berbicara tentang bagaimana pengetahuan diperoleh, mereka berbicara tentang bagaimana pengetahuan dibangun.Meskipun peneliti-peneliti ini memberikan penekanan yang berbeda-beda untuk faktor-faktor yang mempengaruhi proses-proses kognitif pembelajaran dan siswa, perspektif-perspektif teoritis yang mereka gunakan secara garis besar dapat dikelompokan dan disebut sebagai konstruktivisme.
B.     RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu Bagaimanakah teori konsktivisme ?
C.    TUJUAN
Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang teori konstruktivisme.
BAB  II
PEMBAHASAN

A.    KONSTRUKTIVISME : ASUMSI-ASUMSI DAN PERSPEKTIF
Banyak peneliti dan praktisi mempertanyakan beberapa asumsi psikologi kognitif tentang  pembelajaran dan pengajaran karena mereka yakin asumsi-asumsi ini tidak sepenuhnya menjelaskan pembelajaran dan pemahaman siswa. Asumsi-asumsi yang dipertanyakan tersebut adalah:
·         Kegiatan berfikir berada dalam benak seseorang, bukan dalam interaksinya dengan orang-orang lain dan situasi-situasi.
·         Proses-proses pembelajaran dan berfikir relatif serupa antara satu orang dengan orang lainnya, dan beberapa situasi dapat mendorong proses berfikir pada tingkatan yang lebih tinggi secara lebih baik dibanding situasi-situasi yang lainnya.
·         Kegiatan berfikir lebih banyak diperoleh dari pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang dikembangkan dalam setting-setting pengajaran formal daripada dari kompetensi-kompetensi konseptual umum yang berasal dari pengalaman-pengalaman dan kemampuan bawaan seseorang.

Konstuktivisme tidak sependapat dengan asumsi-asumsi tersebut disebabkan oleh bukti-bukti yang  menunjukkan bahwa kegiatan berfikir terjadi dalam situasi-situasi dan bahwa kognisi sebagian besar dibangun oleh masing-masing individu sebagai fungsi dari pengalaman-pengalaman mereka dalam situasi-situasi tersebut.
Asumsi utama dari konstruktivisme adalah manusia merupakan siswa aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi diri mereka sendiri.
1.      Berbagai Perspektif dalam Konstruktivisme
Konstruktivisme bukan merupakan sudut pandang tunggal, paham ini memiliki perspektif yang berbeda-beda.Konstruktivisme eksegonus mengacu pada pemikiran bahwa penguasaan pengetahuan merepresentasikan sebuah konstruksi ulang dari struktur-struktur yang berada dalam dunia eksternal.Pandangan  ini mendasarkan pengaruh kuat dari dunia luar pada konstruksi pengetahuan, seperti pengalaman-pengalaman, pengajaran, dan pengamatan terhadap model-model.
Konstruktivisme endogenus menekankan pada koordinasi tindakan-tindakan kognitif.Struktur –struktur mental diciptakan dari struktur-struktur yang sebelumnya, bukan secara langsung dari informasi lingkungan, karena itu pengetahuan bukanlah cermin dari dunia luar yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman, pengajaran, interaksi-interaksi sosial.
Diantara dua titik pandangan yang berlawanan ini terdapat konstruktivisme dialektikal yang berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh dari interaksi-interaksi antara orang-orang dan lingkungan-lingkungan mereka. Interpretasi-interpretasi tidak selalu terikat dengan dunia luar ataupun keseluruhan kegiatan
2.      Kognisi Berkonteks
Kognisi berkonteks memperhatikan pandangan intuitif yang mengatakan bahwa banyak proses saling berinteraksi untuk menghasilkan pembelajaran. Kita tahu bahwa motivasi danpengajaran saling terkait dimana pengajaran yang baik dapat meningkatkan motivasi untuk belajar dan pembelajaran siswa yang termotivasi mencari lingkungan-lingkungan pengajaran yang efektif (Schunk,1995). Manfaat lebih lanjut dari perspektif kognisi berkonteks adalah bahwa perspektif ini mengarahkan para peneliti untuk mengeksplorasi kognisi dalam konteks-konteks pembelajaran autentik seperti sekolah, tempat kerja, dan rumah dimana banyak diantaranya yang melibatkan monitoring atau praktik-praktik magang.
Penelitian terhadap efektivitas pembelajaran dalam situsi tertentu masih baru tapi hasil-hasilnya menjanjikan.Griffin(1995)membandingkan pengajaran tradisional (di dalam kelas) untuk keterampilan-keterampilan yang menyangkut peta dengan pendekatan pembelajaran dalam situasi tertentu dimana mahasiswa mendapatkan latihan dalam lingkungan-lingkungan aktual yang digambarkan dalam peta. Kelompok mahasiswa yang mendapat perlakuan pembelajaran situasi memperlihatkan prestasi yang lebih baik dalam penilaian keterampilan peta.Meskipun grafin tidak menemukan manfaat dari pembelajaransituasi terhadap transfer. Hasil-hasil studi pembelajaran situasi ini akan mudah digeneralisasikan pada konteks-konteks yang serupa.
Ide tentang situasi ini juga relevan dengan bagaimana pembelajaran ini terjadi.Para siswa yang dihadapkan pada metode tertentu untuk mempelajari suatu topik pembelajaran mengalami kognisi berkonteks untuk metode tersebut. Dengan kata lain, seperti itulah meteri pelajaran tersebut dipelajari. Sebagai contoh, jika siswa berulang-ulang mendapatkan pelajaran matematika yang disampaikan dengan metode didaktik oleh seorang guru yang menjelaskan dan mendemonstrasikan materinya, kemudian mereka mengerjakan soal-soal sendiri, maka pembelajaran matematika yang dijalani siswa tersebut cenderung disituasikan dalam konteks ini. Siswa ini mungkin akan kesulitan menyesuaikan diri dengan dengan guru baru yang lebih suka menggunakan penemuan terarah melalui kerjasama dengan teman sebaya dalam kelompok.
Kognisi berkonteks sesuai dengan gagasan konstruktivis yang menyatakan bahwa konteks merupakan bagian yang menjadi sifat bawaan pembelajaran.Gagasan ini makin menunjukkan kevalidannya terutama dalam wilayah-wilayah bidang studi.
3.      Kontribusi dan Aplikasi
Konstruktivisme pada akhirnya harus dievaluasi bukan berdasarkan apakah pemikiran-pemikirannya benar atau salah. Tampaknya kita harus menentukan proses dimana siswa membangun pengetahuan dan bagaimana faktor-faktor sosial, perkembangan dan pengajaran dapat mempengaruhi proses tersebut. Selain itu diperlukan juga penelitian tentang kapan pengaruh-pengaruh situasi memiliki efek-efek yang lebih besar terhadap proses-proses mental.Kekurangan dari banyak bentuk konstruktivisme adalah penekanan terhadap relativisme.Yaitu pandangan bahwa semua bentuk pengetahuan dapat dibenarkan karena dibangun oleh para siswa terutama jika pengetahuan-pengetahuan itu mencerminkan konsensus masyarakat. Para pendidik tidak bias menerima pemikiran ini dengan senang hati karena pendidikkan menuntut kitauntuk tidak mengalkulasikan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan dan tanggung jawab dalam diri para siswa kita terlepas dari apakah masyarakat menganggap hal-hal tersebut penting. Disamping itu alam mungkin membatasi pikiran kita lebih dari yang ingin kita akui.Penelitian menunjukan bahwa kompetensi seperti matematika seperti korespondensi satu-satu dan kemampuan berhitung tidak dibangun tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor keturunan.
Konstruktivisme memiliki implikasi-implikasi penting bagi pengajaran dan rancangan kurikulum.Rekomendasi-rekomendasi yang paling terus terang adalah kita harus melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran mereka dan memberikan pengalaman-pengalaman yang menguji pemikiran mereka dan memaksa mereka untukmenyusun ulang keyakinan-keyakinan mereka.Konstruktivisme juga menggarisbawahi fokus perhatian saat ini terhadap pengajaran reflektif. Pandangan-pandangan konstruktivis sosial menegaskan bahwa pembelajaran dalam kelompok sosial dan kerjasama dengan teman sebaya adalah cara yang bermanfaat. Ketika para siswa menjadi model bagi teman-teman mereka dan mengamati teman-teman mereka sebagai model mereka, mereka tidak hanya mengajarkan keterampilan-keterampilan tetapi juga mengalami efektivitas diri yang lebih tinggi untuk belajar.

B.     KONSTROKTIVISME DAN PENGAJARAN
1.      Proses-Proses Perkembangan kognitif
Menurut Piaget, perkembangan kognitif bergantung pada empat faktor:  pertumbuhan biologis, pengalaman dengan lingkungan fisik, pengalaman dengan lingkungan sosial, dan ekuilibrasi. Ekuilibrasi mengacu pada dorongan biologis untuk menciptakan sebuah kondisi keseimbangan antara ekuilibirium yang  optimal antara struktur-struktur kognitif dan lingkungan. Ekuilibrasi mengkoordinasikan tindakan-tindakan dari tiga faktor lainnya dan membuat struktur-struktur mental dan realitas lingkungan eksternal konsisten terhadap satu sama lain.
Dua proses komponen ekuilibrasi adalah asimilasi dan akomodasi. Asimilasi mengacu pada menyesuaikan realita eksternal dengan struktur kognitif yang telah ada.Ketika kita berinterpretasi, menganalisis, dan merumuskan, kita mengubah realita untuk membuatnya sesuai dengan struktur kognitif kita.
Akomodasi adalah mengubah struktur-struktur internal untuk memberikan konsistensi dengan realitas eksternal.Kita berakomodasi ketika kita menyesuaikan ide-ide kita untuk memahami realita. Asimilasi dan akomodasi merupakan dua proses yang saling melengkapi. Ketika realita diasimilasikan, struktur-struktur diakomodasikan.
Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget
Tahapan
Jangkauan perkiraan Usia (dalam satuan tahun)
Sensorikmotor
Pra-operasional
Operasional konkret
Operasional formal
Lahir sampai 2
2 sampai 7
7 sampai 11
11 sampai dewasa
Dari penelitiannya Piaget menyimpulkan bahwa perkembangan kognitif anak berjalan melalui sebuah rangkaian tetap. Pola operasi yang dapat dilakukan anak-anak dapat dikatakan sebagi sebuah level atau tahapan.
Dalam tahap sensori motorik, tindakan-tindakan anak spontan dan menunjukkan usaha untuk memahami dunia.Pemahaman bersumber dari tindakan disaat sekarang.Misal bola untuk ditendang dan botol untuk disedot.
Anak-anak pada tahapan pra-operasional mampu membayangkan masa mendatang dan berfikir tentang masa yang telah lewat, meskipun persepsi mereka masih berorientasi pada masa sekarang.Mereka cenderung meyakini bahwa 10 koin yang dijajarkan melintang dalam sebuah baris lebih banyak dari pada 10 koin yang ditumpuk ke atas.Mereka juga belum mampu berfikir dengan lebih dari satu dimensi pada satu saat. Jadi ketika mereka fokus pada panjang, mereka akan cenderung berfikir bahwa benda yang lebih panjang (sebuah tiang ukur) itu lebih besar daripada benda yang lebih pendek (batu bata) meskipun bendanya lebih pendek lebih lebar dan dalam. Anak-anak pada tahap pra-operasional memperlihatkan inversibilitas yaitu ketika sesuatu telah dilakukan, sesuatu tersebut tidak dapat diubah.
Tahapan operasional konkret ditandai dengan pertumbuhan kognitif yang luar biasa dan merupakan tahapan formatif dalam pendidikan sekolah, karena ini masanya bahasa dan penguasaan keterampilan-keterampilan dasar anak bertambah cepat secara dramatis.Anak-anak mulai menunjukan beberapa pemikiran abstark meskipun biasanya didefinisikan dengan karakter-karakter atau tindakan.
Tahapan operasional formal mengembangkan pikiran operasional konkret.Pikiran anak-anak pada tahapan ini tidak lagi hanya terfokus pada hal-hal yang dapat dilihat, anak-anak mampu berfikir tentang situasi-situasi hipotesis atau pengandaian.
2.      Implikasi-Implikasi Teori Piaget Bagi Pendidikan
Piaget berpendapat bahwa perkembangan kognitif tidak dapat diajarkan meskipun bukti-bukti penelitian menunjukan bahwa perkembangan tersebut dapat dipercepat. Teori dan implikasinya memiliki implikasi-implikasi bagi pengajaran yaitu:
·         Guru akan mendapatkan keuntungan jika memahami pada level apa para siswanya menjalankan fungsinya.
·         Dalam pembelajaran harus dijaga agar siswa aktif
·         Menciptakan ketidaksesuaian
·         Memberikan interaksi social

C.    TEORI SOSIOKULTURAL VYGOTSKY
Seperti teori Piaget, teori Vygotsky juga sebuah teori konstruktivis, tetapi Vygotsky menempatkan lebih banyak penekanan pada lingkungan sosial sebagai fasilitator perkembangan dan pembelajaran.
1.      Prinsip-Prinsip Dasar Teori Sosiokultural Vygotsky
Vygotsky berupaya menjelaskan pikiran manusia dengan cara-cara baru.Ia memunculkanbanyak keberatan yang sama dengan keberatan para behavioris. Ia  tidak ingin menjelaskan tentang kondisi-kondisi pikiran sadar dengan mengacu pada konsep kesadaran. Ia juga menolak penjelasan-penjelasan para behaviorisme tentang tindakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan sebelumnya. Teori Vygotsky menitikberatkan interaksi dari faktor-faktor interpersonal, kultural-historis, dan individual sebagai kunci dari perkembangan manusia.Interaksi-interaksi dengan orang-orang dilingkungan sekitar menstimulasi proses-proses perkembangan dan mendorong pertumbuhan kognitif.Tetapi interaksi-interaksi tidak berguna jika dipandang menurut makna tradisional, yaitu memberikan informasi pada anak-anak.Anak-anak menstransformasikan pengalaman-pengalaman mereka berdasarkan pengetahuan dan karakteristik pengetahuan mereka.Dan mereka mengorganisasi ulang struktur-struktur mental mereka.Aspek-aspek kultural historis dari teori Vygotsky menonjolkan pemikiran bahwa pembelajaran dan perkembangan tidak dapat dipisahkan dari konteksnya. Cara siswa berinteraksi dengan dunia mereka dengan orang-orang, objek, dan institusi-institusi didalamnya mengubah cara berfikir mereka. Makna-makna konsep berubah ketika dihubungkan dengan dunia.Jadi sekolah bukan hanya sekedar kata atau sebuah struktur fisik, tetapi juga sebuah institusi yang berupaya mendukung pembelajaran dan kewarganegaraan.
Ada juga faktor-faktor individual atau keturunan yang mempengaruhi perkembangan.Vygotsky tertarik pada anak-anak dengan kelainan-kelainan mental dan fisik.Ia yakin bahwa karakteristik-karakteristik yang mereka warisi menghasilkan lintasan-lintasan gerak pembelajaran yang berbeda dengan anak-anak yang tidak mengalami keterbatasan seperti itu.
Dari pengaruh ini, yang mendapatkan paling banyak perhatian-setidaknnya diantara para peneliti dan praktisi barat adalah pengaruh interpersonal. Vygotsky menganggap bahwa lingkungan sosial sangat penting bagi pembelajaran  dan berfikir bahwa interaksi-interaksi sosial mengubah atau mentransformasikan pengalaman-pengalaman belajar. Aktivitas sosial adalah sebuah fenomena yang membantu menjelaskan perubahan-perubahn dalam pikiran sadar dan membentuk teori psikologis yang menyatukan perilaku dan pikiran.Lingkungan sosial mempengaruhi kognisi melalui alat-alatnya yaitu objek-objek kulturalnya serta bahasa dan institusi-institusi sosialnya.Interaksi-interaksi sosial membantu mengkoordinasikan tiga pengaruh terhadap perkembangan.Perubahan kognitif didapatkan dari penggunaan alat-alat kultural dalam interaksi-interaksi sosial dan dari internalisasi dan transformasi interaksi-interaksi ini secara mental. Pandangan Vygotsky merupakan bentuk konstruktivisme dialektikal (kognitif) karena ia menyoroti interaksi-interaksi antara orang-orang dan lingkungan mereka. Mediasi adalah mekanisme pokok dalam perkembangan pembelajaran:
2.      Zona Perkembangan Proksimal
Satu konsep pokok dalam teori ini dalah zona perkembangan proksimal (ZPD). Konsep ini didefinisikan sebagai jarak antara level perkembangan aktual yang ditentukan melalui pemecahan masalah secara mandiri dan level potensi perkembangan yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bantuan orang dewasa atau dengan kerjasama dengan teman-teman sebaya yang lebih mampu. ZPD merepresentasikan jumlah pembelajaran yang mungkin dijalani seorang siswa dengan kondisi-kondisi pengajaran yang tepat. ZPD ini lebih merupakan test dari kesiapan perkembangan siswa atau level intelektual dalam bidang studi tertentu, dan tes ini menunjukan bagaimana pembelajaran dan perkembangan berkaitan. Dalam ZPD, seorang guru dan siswa bekerja sama menghadapi sebuah tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh siswa karena tingkat kesulitannya. ZPD mencerminkan ide tentang aktivitas kolektif, dimana mereka yang tahu lebih banyak atau lebih terlatih mengajarkan pengetahuan dan keterampilan tersebut untuk menyelesaikan tugas bersama mereka yang pengetahuannya lebih sedikit.
Perubahan kognitif terjadi dalam ZPD ketika guru dan siswa berbagi alat-alat budaya, dan interaksi dengan mediasi budaya ini menghasilkan perubahan kognitif ketika terinternalisasikan dalam diri siswa.Bekerja dalam ZPD membutuhkan banyak sekali partisipasi terbimbing. Tetapi anak-anak tidak memproleh pengetahuan kultural secara pasif dari interaksi-interaksi ini, dan apa yang mereka pelajari tidak harus refleksi otomatis atau akurat dari peristiwa-peristiwa. Siswa membawa pemahaman mereka sendiri tentang interaksi-interaksi sosial dan membangun makna-makna dengan menggabungkan pemahaman tersebut dengan pengalaman-pengalaman mereka dalam konteks tersebut.
Pengaruh kultural historis terlihat jelas dalam keyakinan vygotsky bahwa sekolah itu penting bukan karena sekolah adalah tempat di mana anak-anak mendapatkan struktur penyangga.Tetapi lebih karena sekolah memberi kesempatan mereka mengembangkan kesadaran yang lebih besar tentang diri mereka sendiri, bahasa mereka, dan peran mereka dalam tatanan dunia.Berpartisipasi dalam kultural dapat mengubah fungsi mental, bukan sekedar mempercepat proses-proses yang bagaimanapun berkembang juga.Karena secara garis besar ZPD mengacu pada bentuk-bentuk baru kesadaran yang terjadi ketika orang berinteraksi dengan institusi sosial dalam masyarakat mereka.Budaya mempengaruhi jalannya perkembangan mental seseorang.
3.      Aplikasi-Aplikasi Teori Vygotsky
Aplikasi yang mencerminkan ide-ide Vygotsky adalah pengajaran timbal balik. Pengajaran timbal balik merupakan dialog interaktif antara guru dan sekelompok kecil siswa. Pada awalnya guru menampilkan model-model aktivitas-aktivitasnya, kemudian guru dan siswa bergiliran menjadi guru.Jika siswa belajar membuat pertanyaan saat pelajaran kemahiran membaca, rangkaian pelajarannya dapat mencakup guru yang mencontohkan strategi pengajuan pertanyaan untuk mengetahui level pemahaman.Menurut perspektif Vygotsky, pengajaran timbal balik memuat interaksi sosial dan pemberian bantuan dalam belajar selagi siswa secara bertahap mengembangkan keterampilan-keterampilannya.
Satu bentuk aplikasi yang juga penting adalah kerjasama atau kolaborasi dengan teman sebaya, yang mencerminkan pandangan tentang aktivitas kolektif. Ketika para siswa bersama teman-teman sebayanya bekerjasama mengerjakan tugas-tugas, interaksi-interaksi sosial yang sama-sama mereka jalani dapat berperan sebagai fungi pengajaran. Penelitian menunjukkan bahwa kelompok-kelompok belajar akan efektif ketika masing-masing siswa memiliki tanggung jawab dan semuanya harus sudah mencapai kompetensi sebelum ada yang dibolehkan untuk meneruskan belajar ke tahapan selanjutnya. Kelompok-kelompok teman sebaya umumnya diaplikasikan untuk belajar dibidang-bidang studi seperti matematika, IPA, dan seni bahasa yang memeperlihatkan pengaruh lingkungan sosial yang dapat dikenali saat belajar.Sebuah aplikasi yang relevan dengan teori Vygotsky dan kognisi berkonteks adalah tuntunan sosial melalui praktik magang.Dalam praktik magang, para pemula bekerjasama dengan para ahli dalam aktivitas-aktivitas yang terkait dengan pekerjaan.Praktik magang sesuai dengan konsep ZPD karena praktik ini berlangsung dalam institusi-institusi kultural dan karenanya membantu siswa mengubah pengembangan kognitifnya.Dalam pekerjaannya, para peserta magang berproses dalam sebuah ZPD karena mereka sering melakukan tugas-tugas yang melebihi kapabilitasnya.Dengan bekerjasama dengan para ahli, pemula mengembangkan pemahaman bersama mengenai proses-proses penting dan menggabungkannya dengan pemahaman-pemahaman yang telah ada pada mereka.Praktik magang mempresentasikan tipe konstruktivisme dialektikal yang sangat tergantung pada interaksi sosial.

D.    TUTURAN PRIBADI DAN PEMBELAJARAN  DENGAN MEDIASI SOSIAL
1.      Tuturan Pribadi
Tuturan pribadi mengacu pada sekumpulanfenomena tuturan yang memiliki fungsi pengaturan diri, tetapi tidak komunikatif secara sosial. Berbagai teori termasuk konstruktivisme, perkembangan kognitif , dan kognitif sosial menarik hubungan yang kuat antara tuturan pribadi dan perkembangan pengaturan diri.Vygotsky yakin bahwa tuturan pribadi membantu mengembangkan pikiran dengan mengorganisasikan perilaku.Anak-anak menggunakan tuturan pribadi untuk memahami situasi-situasi dan mengatasi kesulitan-kesulitan.Tuturan pribadi terjadi bersama-sama dengan interaksi-interaksi anak dalam lingkungan sosial. Ketika fasilitas bahasa anak-anak berkembang, kata-kata yang diucapkan oleh orang lain memperoleh makna yang terpisah darikarakteristik-karakteristik fonologis dan sintaksisnya. Anak-anak menginternalisasikan makna kata-kata dan mengarahkannya untuk perilaku-perilaku mereka.Vygotsky mengajukan hipotesis bahwa tuturan pribadi mengikuti sebuah pola perkembangan garis lengkung. Verbalisasi terbuka meningkat sampai usia 6 sampai 7 tahun. Dan setelah itu kecenderungan ini menurun dan lebih menjadi tersembunyi ketika mencapai usia 8 sampai 10 tahun. Tetapi verbalisasi terbuka dapat terjadi pada usia berapapun ketika orang menemui masalah.
2.      Verbalisasi dan Prestasi
Verbalisasi bermanfaat bagi siswa yang sering mengalami kesulitan dan melakukan tugas dengan cara yang mendukung. Guru-guru telah memperoleh manfaat-manfaat verbalisasi dalam menangani anak-anak yang tidak secara spontan mengulang materi yang harus dipelajari, para siswa yang impulsive, para siswa yang memiliki kelemahan-kelemahan dalambelajar dan menderita keterbelakangan mental, dan para siswa yang memerlukan sesi-sesi perbaikan. Verbalisasi membantu siswa yang mengalami masalah-masalah pembelajaran untuk bekerja secara sistematis.Cara ini memaksa siswa memperhatikan tugas-tugas dan mengulang materi-materi, dua hal yang dapat meningkatkan pembelajaran.Verbalisasi tampaknya tidak menunjang pembelajaran ketika siswa dapat mengatasi tuntutan-tuntutan tugas secara memadai tanpa melisankannya.Karena verbalisasi berarti tugas tambahan, pelaksanaannya bisa jadi menghalangi pembelajaran karena bisamengalihkann perhatian anak-anak dari tugas utama yang mereka hadapi.
Penelitian telah mengidentifikasi kondisi-kondisi dimana verbalisasi dapat meningkatkan kinerja belajar.Denney menyajikan model sebuah strategi pengerjaan tugas untuk anak-anak normal berusia 6,8 dan 10 tahun yang diberi tugas berisi 20 pertanyaan.Anak-anak yang berusia 8 sampai 10 tahun yang menyatakan strategi model ketika mereka mengerjakan tugas mendapatkan skor lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang tidak menyatakan strateginya.Verbalisasi cenderung lebih meningkatkan prestasi siswa jika relevan dengan tugas dan tidak menghalangi kinerja.Pernyataan-pernyataan yang relevan dengan tugas yang lebih tinggi proporsinya menghasilkan pembelajaran yang lebih baik.Tuturan pribadi mengikuti sebuah siklus perkembangan terbuka-tersembunyi, dan tuturan menjadi terinternalisasikan lebih dini pada para siswa yang memiliki kecerdasan lebih tinggi.Tuturan pribadi berhubungan secara positif dengan kreativitas.Membiarkan siswa membuat verbalisasi mereka sendiri lebih bermanfaat daripada membatasi verbalisasi mereka pada pernyataan-pernyataan spesifik. Untuk memfasilitasi  transfer verbalisasi terbuka pada akhirnya menurunpada tingkat berbisik atau gerakan bibir dan  menurun lagi ketingkat tersembunyi.
3.      Pembelajaran Dengan Mediasi Sosial
Banyak bentuk konstruktivisme, khususnya teori Vygotsky yang menekankan gagasan bahwa pembelajaran merupakan proses yang dimediasi secara sosial. Semua pembelajaran dimediasi oleh alat seperti bahasa, simbol-simbol dan tanda-tanda. Anak-anak memperoleh alat ini dalam interaksi-interaksi sosial mereka dengan orang lain.Mereka menginternalisasikan alat-alat ini dan kemudian menggunakannya sebagai mediator-mediator untuk pembelajaran ketingkat yang lebih lanjut.
Bagaimana mediasi sosial mempengaruhi konsep.Anak-anak kecil memperoleh konsep-konsep secara spontan dengan mengamati dunia mereka dan merumuskan hipotesis-hipotesis.Contohnya mereka mendengar suara bising yang berasal dari mobil-mobil dan suara berisik dari truk, lalu mereka meyakini bahwa benda-benda-benda yang lebih besar mengeluarkan bunyi yang lebih berisik. Melalui interaksi-interaksi sosial, anak-anak diajari mengenai konsep-konsep oleh orang lain. Pembelajaran ini sering berupa proses langsung seperti ketika guru mengajari anak-anak tentang  perbedaan antara bujur sangkar, persegi panjang, segitiga dan lingkaran.





























BAB  III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Konstruktivisme adalah sebuah epistemology atau penjelasan filosofis tentang sedikit pembelajaran. Para teoritis konstruktivis menolak gagasan bahwa kebenaran-kebenaran ilmiah itu ada dan menunggu untuk ditemukan dan  sahkan. Pengetahuan tidak diatur dari luar diri seseorang tetapi terbentuk didalam dirinya.Teori-teori konstruktivis bermacam-macam dari teori yang mengemukakan interpretasi diri yang utuh, teori –teori yang merumuskan hipotesis-hipotesis mengenai interpretasi-interpretasi dengan mediasi social, sampai teori yang menyatakan bahwa interpretasi-interpretasi bersesuaian dengan realita.Konstruktivisme mengarahkan kita untuk menyusun pengalaman-pengalaman pengajaran dan pembelajaran untuk menantang pemikiran siswa sehingga mereka mampu membangun pengetahuan yang baru.Dasar dari pemikiran konstruktivisme adalah bahwa proses-proses koginitf disituasikan dalam konteks-konteks fisik dan sosial.Konsep kognisi berkonteks menyoroti hubungan-hubungan antara orang-oarang dan situasi-situasi.
Teori piaget termasuk teori konstruktivisme yang mengetengahkan bahwa anak-anak berproses melewati serangkaian tahapan yang berbeda-beda secara kualitatif: sensorik-motor, pra-operasional, operasional konkret, dan operasional formal. Mekanisme perkembangan utama adalah ekuilibrasi. Hal yang dapat membantu menyelesaikan konflik-konflik kognitif dengan mengubah  sifat dan realitas untuk menyesuaikan struktur-struktur yang ada (asimilasi) atau mengubah struktur untuk memasukan realita (akomodasi).
Teori sosiokultural Vygotsky menonjolkan lingkungan sosial sebagai sebuah fasilitator bagi perkembangan dan pembelajaran.Lingkungan sosial mempengaruhi kognisi melalui alat-alatnya seperti objek-objek kultural, bahasa, simbol, dan institusi-institusi sosial.Perubahan kognitif disebabkan oleh penggunaan alat-alat ini dalam interaksi sosial dan oleh internalisasi dan transformasi dari interaksi-interaksi tersebut.Konsep utamanya adalah zona perkembangan proaksimal (ZPD).ZPD mewakili jumlah pembelajaran yang mungkin dijalani siswa dalam kondisi-kondisi pembelajaran yang tepat.Sulit untuk mengevaluasi kontribusi-kontribusi teori Vygotsky dalam pembelajaran karena kebanyakan penelitian masih terbilang baru dan banyak aplikasi pendidikan yang sesuai dengan teori Vygotsky bukan merupakan bagian darinya. Aplikasi-aplikasi yang mencerminkan ide-ide  Vygotsky adalah pemberian bantuan pengajaran, pengajaran timbal balik, kerja sama dengan teman sebaya, dan praktik magang.
Tuturan pribadi memiliki fungsi pengaturan diri tetapi secara sosial tidak komunikatif.Vygotsky meyakini bahwa tuturan pribadi mengembangkan pikiran dengan mengorganisasikan perilaku.Anak-anak menggunakan tuturan pribadi untuk memahami situasi-situasi dan mengatasi masalah-masalah. Tuturan pribadi menjadi tersembunyi seiring dengan pertumbuhan meskipun verbalisasi terbuka dapat terjadi pada usia berapa pun. Verbalisasi dapat membantu prestasi siswa jika relevan dengan tugas dan tidak menghalangi kinerja belajar, pelatihan pengajaran diri berguna untuk membantu seseorang mengatur pengerjaan tugasnya sendiri secara verbal.
Teori Vygotsky mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan proses dengan mediasi sosial. Anak-anak belajar banyak konsep saat berinteraksi sosial dengan orang lain. Mengatur lingkungan-lingkungan belajar untuk meningkatkan interaksi-interaksi ini dapat menunjang pembelajaran.Pengaturan diri merupakan koordinasi dari proses-proses mental seperti memori, perencanaan, penggabungan dan evaluasi.Vygotsky percaya bahwa bahasa dan zona perkembangan proaksimal sangat penting bagi perkembangan pengaturan diri.Kuncinya adalah internalisasi dari proses-proses pengaturan diri.














DAFTAR  PUSTAKA

Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta. Prestasi Pustaka.

Schunk,  Dale H. (2012). Learning Theories An Educational Prespective,  terjemahan edisi ke enam. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.




















  MAKALAH

  KONSTRUKTIVISME

 









Disusun oleh :
BUDI RAHMAN, M.Pd
NIP 19820426 20060 1 011









  DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN
  UPT DINAS PENDIDIKAN KECAMATAN KANDANGAN
  SDN KANDANGAN KOTA 2
SEPTEMBER 2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah Swt. berkat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul ”Konstruktivisme. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang telah membawa peradaban umat manusia ini dari zaman kegelapan sampai kepada zaman yang terang benderang yang penuh dengan nur ilahiyah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis tunggu untuk perbaikan penulisan yang akan datang.
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan arahan berbagai pihak, khususnya kepala sekolah, rekan-rekan guru dan juga kelurga, dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga.
Selanjutnya dengan selesainya pembuatan makalah ini, Penulis juga memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk selesainya makalah ini, dan juga kepada kepala sekolah dan seluruh rekan – rekan guru yang memberikan saran, dan masukan saya ucapkan beribu terima kasih.
Akhirnya, Penulis ucapkan semoga makalah ini bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca semuanya. Amin.


Kandangan,     September  2016

Penulis,


Budi Rahman
NIP 19820426 20060 1 011







DAFTAR ISI


HalamanSampul...................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan  ............................................................................................................. ii
Kata Pengantar...................................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................................... iv

BAB I        PENDAHULUAN
A.  Pendahuluan.................................................................................................. 1
B.  Rumusan Masalah......................................................................................... 2
C.  Tujuan............................................................................................................ 2

BAB II       PEMBAHASAN
A.    Konstruktivisme : Asumsi-asumsi dan prespektive...................... .................. 3
B.     Konstruktivisme dan Pengajaran …………………........................................ 5
C.     Teori Sosiokultural Vygotsky………………………................... .................. 7
D.    Tuturan Pribadi dan Pembelajaran dengan Mediasi Sosial............................ 10

BAB III     PENUTUP
A. Kesimupulan................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………......... .............    15




Tidak ada komentar:

Posting Komentar